Pages

Terimakasih Sudah Berkunjung | Azwarbloop Blog's , Selamat Membaca Dan Menikmati | Blogger Yg Baik Silahkan meninggalkan pesan

Minggu, 08 Juni 2014

Konflik Suku Bangsa Di Indonesia





Konflik antar suku bangsa di indonesia

Masa-Masa kampanye partai politik saat ini sangat rawan dengan perpecahan. Sehingga di lapangan sering terjadi percikan konflik antar masa pendukung. Pertarungan ideology yang terjadi di tataran elite pemimpin partai sudah digelar. Berbagai cara dilakukan baik dengana cara yang santun maupun saling saling menjatuhkan dan serangan kampanye hitam. Semua dilakukan untuk mencari dukungan sehingga tampil sebagai pemenang. Tak jarang seorang sahabat menjadi retak hubungannya karena perbedaan “warna bendera”. Perpecahan jelang Pemilu 2014 semoga hanya momentum sesaat dan seluruh lapisan masyarakat mendukung pemimpin yang terpilih secara demokrasi.


Reformasi sejak tahun 1998 bangsa kita mengalami cobaan dan  ujian bertubi-tubi, krisis moneter dan ancaman disintegrasi bangsa sampai saat ini belum dapat diselesaikan dengan tuntas.  Hal ini menimbulkan rasa frustasi dan ketidak percayaan rakyat kepada pemerintah, muncullah aneka ragam bentuk protes baik melalui demontrasi yang anarkis dan membuat parlemen tandingan.

Permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia tersebut menggambarkan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara, jiwa kepribadian bangsa menunjukkan adanya kecenderungan tidak lagi dijadikan pedoman hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kecenderungan tersebut diantaranya  tindakan sadis dan anarkis mewarnai berita-berita media massa baik elektronik maupun cetak, bagaimana seorang ibu membunuh anak kandungnya, seorang ayah memperkosa anak perempuannya, pembantaian, begitu juga kelompok masyarakat bertindak anarkis dalam menyampaikan pendapat, sarana umum hancur, lalu lintas macet, kendaraan dinas maupun pribadi dibakar, para pelakunya bebas tidak dapat hukuman

Permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini, dengan berbagai kejadian-kejadian yang terjadi di sebagian daerah Indonesia sangatlah bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar ’45 yang dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat, berbangsa dan bernegara mengingat Pancasila merupakan azas mutlak bagi rakyat Indonesia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.

Dengan melihat perkembangan kehidupan berbangsa dan bertanah air di Negara kita yang sering terjadi konflik maka menjadi suatu tantangan buat kita untuk bisa menjawab bagaimana penanganan atau pemecahan masalah konflik tersebut dan dalam penangan konflik tersebut berpedoman kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta langkah-langkah apa yang harus dilaksanakan.

Kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia terdiri dari berbagai ragam suku, bahasa, agama, adat istiadat dan banyak lagi, hal itu akan bisa berdampak pada konflik apabila kita tidak memiliki jiwa kesatuan dan pesatuan. Untuk itu didalam menumbuhkan nilai persatuan dan kesatuan maka salah satu langkah pemecahan adalah perlu dihidupkan kembali penataran Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4) kepada setiap lapisan masyarakat, karena dengan penataran tersebut secara tidak langsung masyarakat akan memahami tentang dasar falsafah kita dan bagaimana pengaplikasiannya sehingga akan mengurangi konflik-konflik yang terjadi di Negara kita.



Pertahanan Wilayah, Konflik Antar Suku di Wilayah Perbatasan

Situasi di Kota Tarakan, Kalimantan Timur, kembali mencekam menyusul pecahnya bentrokan antarwarga di simpang empat Grand Tarakan Mall, Selasa (28/9) malam. Satu orang dilaporkan tewas dan dua lainnya mengalami luka parah. Belum diketahui persis apakah kasus ini terkait kerusuhan sehari sebelumnya. Saat dikonfirmasi dari Kota Samarinda semalam, Direktur Intelkam Kepolisian Daerah Kaltim Komisaris Besar Rudi Pranoto hanya membenarkan adanya bentrokan itu. ”Ya, ya, ya, kami masih berusaha mengatasi situasi ini,” katanya singkat.

Korban tewas belum diketahui identitasnya. Korban luka dikabarkan bernama Yudi dan Kalun. Sejumlah warga dan wartawan Tribun Kaltim yang dihubungi per telepon mengatakan, dua kelompok massa itu tiba-tiba berhadapan di simpang empat Grand Tarakan Mall dan bentrok pukul 21.30 Wita. Semua aktivitas usaha langsung terhenti. Sebelumnya, sore hari, satu rumah di kawasan Juata Kerikil dibakar sekelompok orang yang belum diketahui identitasnya.

Sebagaimana diberitakan, Senin lalu terjadi bentrokan dan kerusuhan di kota tersebut. Bentrokan melibatkan warga setempat dan warga pendatang. Bentrokan dipicu kematian seorang tokoh adat yang juga imam masjid bernama Abdullah (45), Minggu malam. Abdullah meninggal dunia akibat mengalami banyak luka tusukan setelah berupaya melerai perkelahian yang melibatkan anaknya

speed patroli perbatasan
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Kaltim Komisaris Besar Antonius Wisnu Sutirta, penangkapan ketiga tersangka berdasarkan informasi dari sembilan saksi yang ditahan. ”Polisi masih mengejar sejumlah tersangka lain yang diduga terlibat pengeroyokan di kawasan Perumahan Juwata Permai yang juga menyebabkan Rahmat (25), putra Abdullah, terluka,” ujar Wisnu Sutirta.(  Kompas 29/11/2010).
Dari sisi pemberitaan dan laporan media masa apa yang mereka tuliskan sudah mewakili 4(siabidiba, atau siapa,bilamana,dimana dan bagaimana) tetapi belum bisa masuk ke ranah 1(me,) mengapanya. Nah tentang mengapa inilah selama ini yang sebenarnya sering menjadi “pemicu” konflik ke arah yang lebih besar lagi. Dalam ranah ini sudah ada dua institusi intelijen dari Kepolisian dan Pertahanan atau Komando Wilayah (pengumpul keterangan plus analisanya) yang sebenarnya sudah sejak awal  memetakan semua bentuk sumber-sumber ancaman dan khususnya yang bakal muncul di wilayahnya terlebih lagi kalau itu wilayah perbatasan.

Mereka tahu persis siapa saja tokohnya, apa yang jadi penggerak dan kemana tujuannya, dimana kelemahan dan kekuatannya. Pimpinan kepolisian dan Kodim setempat  “tahu” persis “mereka”, artinya semua kelompok yang ada di wilayah kerjanya. Dari awal, dapat dipastikan kedua lembaga ini tahu persis apa dan bagaimana “ramalan pelibatan” yang bakal terjadi di wilayahnya. Kalau ini tidak “terbaca” maka dapat dipastikan kedua lembaga tersebut tidak melakukan tugasnya dengan baik dan benar.

Sejatinya setiap kelembagaan dalam operasionalnya selalu mencari keunggulan atas lembaga lainnya, hal yang wajar, tetapi yang sering terjadi adalah kalau lembaga-lembaga itu bekerja sendiri-sendiri, tidak ada koordinasi (sangat minim) dan tidak saling tukar informasi dan kalau hal ini dikembalikan kepada struktur lama penegakan hukum di Negara kita ( khususnya peran kepolisian daerah dan aparat territorial pada masa lalu); memang ada “disharmoni” di sana. Sekarang semua sudah berubah, polisi jadi penjuru dan lainnya jadi pendukung. Mampukah polisi mengelola wilayahnya? Yang utama sesungguhnya dapatkah Polisi menempatkan institusinya sebagai penjuru? Dan berusaha agar mereka tidak terjebak hanya pada lakon sebagai pemadam kebakaran semata? Kita yakin, polisi pasti bisa.

Kerusuhan Tarakan
Kalau kita membaca peristiwa yang dilaporkan media, bahkan media sekelas Kompaspun, kita harus akui bahwa kedalamannya tidak bisa terlalu di andalkan; meski kita percaya mereka juga mempunyai berbagai informasi dan selalu di kroscek di lapangan tetapi tetaplah terdapat banyak kendala; seperti kerusuhan Tarakan barulah seminggu kemudian berbagai informasi di “buka” seperti penjelasan Kapolda Kaltim (Kompas 12/10/2010) sekitar 1.000 polisi masih disiagakan di Kota Tarakan, Kalimantan Timur, terkait konflik yang melibatkan warga setempat dan warga pendatang pada 26-30 September lalu, seusai Silaturahim Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kalimantan Timur di Kota Samarinda, Senin (11/10).
Ia mengakui, sulit menjelaskan indikator pemahaman warga. Di satu sisi, Tarakan sebenarnya dinilai sudah aman. Namun, di sisi lain, warga yang ditemui Mathius Salempang—selama dia berada di Tarakan—menyatakan masih menginginkan kehadiran polisi. Menurut Mathius Salempang, Tarakan sudah aman karena kedua kelompok warga yang bertikai telah berdamai. Tidak ada lagi konsentrasi massa yang membawa senjata, seperti saat konflik berlangsung. Andai saja pihak kepolisian sejak awal mengenal Simptomnya secara tepat, maka pusat kerusuhan sudah bisa dilokalisir dari awal, malah bisa di lumpuhkan saat akan meledak. Kedepan kita berharap penegak hukum dan jajaran kerjanya mampu bekerja dengan  baik dan menutup jalan bagi munculnya konflik-konfil baru.

Tarakan Dalam Persepsi
Pulau Tarakan di Kalimantan Timur bagian utara sejak lama menjadi magnet dan dipercaya mereka dapat untuk meningkatkan kesejahteraan. Mereka datang dari seluruh penjuru negeri, mulai dari Jawa, Sulawesi, Madura serta berbagai campurannya. Mereka datang untuk satu hal, demi kehidupan yang lebih baik. Mereka mau melakukan upaya maksimal dan bekerja ekstra keras demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik itu. Sementara suku asli yang sudah lama di daerah itu; juga melakukan berbagai upaya yang sama, dan semua upaya itu tentu mengalami priksi, benturan dan konflik. Itulah Tarakan.

Ada baiknya anda baca cuplikan tulisan Ambrosius Harto Manumoyoso dan Defri Werdiono ( Kompas 4/10/2010); Tarakan adalah kota pulau dengan luas daratan 25.000 hektar. Luas perairannya 40.000 hektar. Biarpun kecil, Tarakan kini menjadi tempat hidup hampir 180.000 jiwa dari pelbagai suku bangsa di Indonesia. Daya pikat Tarakan yang berstatus kota bahkan sudah terkandung dalam asal-usul namanya. Tarakan berasal dari kosakata bahasa Tidung, tarak, yang artinya bertemu, dan ngakan yang berarti makan. Tarakan diartikan tempat para nelayan istirahat untuk makan, bertemu, dan bertukar hasil tangkapan.
Tarakan dulu didiami suku Tidung yang pelaut, petani, dan peladang. Mereka mendirikan Kerajaan Tarakan yang dalam perkembangan berada dalam kekuasaan Kesultanan Bulungan di daratan Pulau Kalimantan. Kehidupan masyarakat terusik dengan kedatangan Bataavishe Petroleum (BP) Maatchapij, perusahaan perminyakan Belanda, pada 1896. Perusahaan BP ini juga merajalela dalam berbagai eksplorasi minyak di sejumlah kawasan dan kawasan perbatasan di Indonesia. Bangsa dari Eropa Barat itu mendatangkan banyak pekerja dari Jawa untuk menggiatkan pengeboran.

Menurut situs Pemerintah Kota Tarakan, cadangan minyak 451 juta barrel. Produksi harian 2.100 barrel. Dengan produksi tetap, minyak baru habis 588 tahun lagi. Cadangan gas 119 miliar kaki kubik. Produksi harian cuma 24 kaki kubik. Lebih dari satu milenium gas baru habis. Penjajahan Belanda diakhiri gempuran Jepang yang juga berambisi menguasai minyak bumi Paguntaka pada 1942. Namun, Jepang cuma bertahan hingga 1945 setelah digempur habis sekutu (Australia, Amerika Serikat, Belanda) dalam Perang Dunia II. Kini masih berdiri tegak sisa-sisa saksi bisu perang raya itu, yaitu pompa-pompa angguk, bungker-bungker, dan meriam-meriam pantai.

Perairan Tarakan ternyata juga kaya. Rata-rata hasil tangkapan ikan laut 3.500 ton dari potensi 5.000 ton setahun. Produksi ikan kering 607 ton setahun. Ekspor kepiting 500 ton setahun. Masih lagi ada batu bara dan bahan galian. Puluhan pabrik kayu, pengolahan ikan dan udang, kilang minyak, bahkan potensi pariwisata. Hubungan bisnis internasional amat berpotensi karena Tarakan cuma empat jam berperahu cepat ke Kota Tawau di Negara Bagian Sabah, Malaysia Timur (Pulau Kalimantan).

Jadi, jangan heran saat berada di Tarakan: banyak orang bicara bahasa Jawa, Banjar, Bugis, dan Tidung simpang siur. Produksi Indonesia bersanding dengan buatan Malaysia di pasar dan toko, mulai dari makanan, obat, buah, pakaian, sepatu, bahkan gas 20 kilogram. Jangan heran kios atau toko-toko punya simpanan ringgit Malaysia untuk transaksi dan menukar uang. Setiap akhir pekan, puluhan warga Sabah berwisata ke Tarakan. Sebaliknya, orang Tarakan berduyun-duyun berwisata ke Sabah.

Mantan Wali Kota Tarakan Jusuf Serang Kasim mengatakan, kehidupan di tempat kelahirannya ini begitu penuh warna dan potensi. Itulah alasannya sepuluh tahun menjabat wali kota dipakainya untuk membangun dan menjadikan Tarakan sebagai Singapura kecil.

Semua sektor dirangsang, terutama pendidikan dan pembenahan infrastruktur. Ruang hijau dan tempat wisata publik dipertahankan, bahkan dipercantik, seperti Kawasan Konservasi Mangrove Bekantan, Pantai Amal, dan taman-taman kota. ”Agar maju, Tarakan harus nyaman bagi semua orang,” kata Jusuf. Namun, Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Profesor Sarosa Hamongpranoto, punya pandangan berbeda. Tarakan juga punya kelemahan. Kue perekonomian yang tidak merata dirasakan atau didominasi suatu etnis akan menimbulkan kesenjangan hidup dan kecemburuan sosial. Itu kondisi rawan.
Secara geografis, Pulau Tarakan adalah pulau kecil, tetapi berpenduduk padat. Ini kondisi yang peka. Sekecil apa pun peristiwa akan cepat tersebar dan memengaruhi penduduknya. Konflik antarkelompok etnis yang meletus 27 September lalu, misalnya, telah menewaskan 5 orang dan memaksa 40.000-an penduduk mengungsi. Kita bersyukur keadaan segera diatasi bersama-sama dan semua warga bangkit membangun semangat kebangsaan dan harapan akan masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar